Kebanjiran Idola

Setiap kita pasti memiliki idola, entah siapa?. Ketika peradaban ini masuk pada panggung kebebasan, amatlah sulit kita memilih idola yang memberikan ketauladanan.“Hari ini kita kebanjiran idola, namun kekeringan keteladanan”, bagaimana tidak banyak idola namun tidak menjadi figur ketauladanan , setiap hari kita disuguhkan oleh figur - figur layar kaca , artis , olahragawan , politikus bahkan pelaku kriminal seperti diekspose berlebihan. Seolah tidak ada lagi privasi, dan semakin mengungkapkan bahwa tidak ada hal yang dapat keteladanan.

Tidak ada lagi cerita tentang idola-idola sesungguhnya bangsa ini, tidak ada lagi cerita-cerita kepahlawanan jendral sudirman, tidak ada lagi cerita-cerita semangat bung Tomo saat berteriak “Allahuakbar!!”, seraya menggelorakan semangat. Kini masyarakat makin melankolis sekaligus bisa menjadi anarkis. Ketidakpuasan masyarakat kepada keteladanan figur-figur bangsa ini, seharusnya sebagai figur berikanlah contoh yang baik, bukan kemudian meringkuk dibalik jeruji besi.

Anak bangsa semakin kehilangan jati diri mereka, kita harus kembali menauladani seorang sosok yang jelas-jelas harus menjadi idola kita. Ialah Rasulullah SAW. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21). Sosok yang jelas-jelas sempurna dari segi manapun. Pernah suatu ketika Rasulullah sholat berjamaah, namun dalam setiap gerakannya terdengar suara yang ganjil. Setelah selesai sholat, para sahabat bertanya akan suara tersebut, mereka mengira Rasululloh sedang sakit. Namun ternyata itu ialah suara kerikil yang diikat dengan kain diperut Rasululloh, karena ia sedang lapar. Subhanallah, hai pemipin hendaknya kalian melihat fragment ini. Rasululloh tidak makan, sedang didapatinya ada rakyat yang kelaparan. Realita zaman ini sudah terlihat 180 derajat.


Bahkan dalam candanya Rasululloh tetap memberikan kearifan, suatu ketika datang kepada Rasulullah seorang nenek, dan bertanya “apakah saya akan masuk surga?”, kemudian Rasululloh menjawab “tidak”, dan kemudian nenek itu menangis. Kemudian Rasululloh menjelaskan “hai nenek, di surga tidak ada nenek-nenek”. Dan kemudian senyum itu kembali merekah di wajah nenek itu. 

Oleh karenanya mari selektif memilih idola, bukan sekedar idola tetapi haruslah memberi ketauladanan.


:astig:
RP

Ikuti PenaAksi[dot]Com di twitter dan gabunglah bersama kami di facebook untuk mendukung gerakan "Saatnya Mahasiswa Menulis"
Post ADS 1
Banner
Banner