Menolak UU Pendidikan Tinggi yang Tidak Bertanggungjawab



Masalah pendidikan tinggi di Indonesia masih menjadi isu strategis untuk dikawal dan dibahas oleh rekan-rekan mahasiswa. Termasuk juga oleh BEM KM UGM sebagai gerakan politik mahasiswa di Yogyakarta yang memiliki kepedulian terhadap neoliberalisme pendidikan di Indonesia.       

Idealnya apabila kita merujuk kepada amanat konstitusi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka tugas Negara adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Adalah kewajiban bagi Negara untuk memenuhi tugas mulianya dalam proses memerdekakan rakyatnya dengan cara mencerdaskan lewat jalur pendidikan. Sehingga proses pendidikan haruslah terbebas dari intervensi pasar dan kapitalisme yang mengejar laba sebesar-besarnya. Pendidikan bukanlah lahan strategis untuk mengeruk untung, karena pendidikan adalah jalan untuk merdeka dari segala bentuk intervensi yang membodohkan.

Mahkamah Konstitusi telah menegaskan peran Negara dalam pemenuhan hak atas pendidikan warga Negara Indonesia serta penolakan terhadap bentuk swastanisasi pendidikan melalui putusan MK dalam Uji Materi UU BHP yang lalu (putusan Nomor 11-14-21-126 DAN 136/PUU-VII/2009). Adapun MK berpendapat sebagai berikut:
  1. Otonomi pengelolaan Pendidikan Tinggi bukan merupakan sebuah keharusan dalam mencapai tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bahkan dapat menggagalkannya;
  2. Konsep kekayaan Negara yang dipisahkan akan mengganggu kegiatan pendidikan;
  3. Kewenangan Institusi Pendidikan untuk mencari dana secara otonom berpotensi melanggar hak atas pendidikan peserta didik;
  4. Institusi pendidikan yang tidak dilindungi sebagai Objek Kepailitan melanggar Undang-Undang Dasar 1945;
  5. Tidak adanya kejelasan pihak yang berwenang dalam penentuan serta penjatuhan sanksi menoleransi pelanggaran.

Setelah pembatalan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi RI pada 31 Maret 2010. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia kembali diregulasi oleh DPR RI. Sedari awal proses legislasi tersebut BEM KM UGM selalu kritis terhadap sistem pendidikan tinggi yang sedang dirancang itu. Memang sudah sejak menjadi rancangan kami kawal dan kritisi karena terindikasi banyak pasal yang sarat akan konsep neoliberalisme pendidikan, tetapi pada akhirnya UU ini berhasil disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Dalam menyikapi UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, BEM KM UGM menyatakan sikap untuk menolak keberadaan UU ini. Penolakan tersebut didasarkan atas empat argumen berikut:
  1. Semangat dan substansi UU Pendidikan Tinggi masih tidak bisa lepas dari kooptasi kepentingan lembaga keuangan internasional. Ini dapat dibuktikan dengan melihat Bank Dunia yang telah melakukan penetrasi agenda ‘higher education reform’ sejak dokument policy framework-nya yang berjudul, “Higher Education: Lessons of Experience” diterbitkan pada tahun 1994. Agenda ‘reformasi’ tersebut dapat disarikan ke dalam 4 hal: Pertama, mendorong diferensiasi Institusi PT;Kedua, mendorong diferensiasi pendanaan dari publik; Ketiga, mendefinisi ulang peran pemerintah;Keempat, fokus pada kualitas, performativitas, dan persamaan. Selain itu, UU Pendidikan Tinggi ini juga merupakan amanat GATS (General Agreements on Trade Services) yang telah ditandatangani rezim neoliberal di Indonesia. Dalam ketentuan GATS ini ada 7 sektor yang harus diliberalkan, salah satunya adalah pendidikan tinggi. Kita harus menolak dengan tegas segala macam bentuk penetrasi asing ini.
  2. UU Pendidikan Tinggi ini masih memilah perguruan tinggi dalam ‘Badan Hukum’ dan Menyajikan Otonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa UU Pendidikan Tinggi ini hanyalah UU BHP yang berganti baju. Semangat, jiwa, dan roh dari kedua undang-undang tersebut sama. Mahalnya biaya pendidikan tinggi dan terhambatnya pemenuhan hak atas pendidikan tinggi yang berkualitas menjadi keniscayaan. Kebijakan ini merupakan bentuk pengingkaran pemerintah terhadap cita-cita dibentuknya Indonesia –mencerdaskan kehidupan bangsa- dan sekaligus bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam hal ini hak atas pendidikan. Otonomi bukan segala-galanya dalam menentukan kualitas.
  3. Semangat UU Pendidikan Tinggi ini masih mencerminkan pelepasan tanggung jawab negara dalam hal pembiayaan perguruan tinggi. Dapat dilihat dari sistem pinjaman dana tanpa bunga bagi mahasiswa kurang mampu secara ekonomi yang diatur dalam Pasal 76 ayat 2 huruf c UU Pendidiakn Tinggi. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan semangat kewajiban negara untuk memenuhi hak pendidikan bagi warga negara. Lembaga universitas seharusnya tidak melakukan hal-hal seperti ini dalam proses pengelolaan sistem pendidikan.  
  4. UU Pendidikan Tinggi tidak memberikan kepastian hukum. Hal ini tercermin dari masih banyaknya peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang akan mengiringi UU ini. Sebagai contoh, masalah standar biaya operasional pendidikan di pasal 88 ayat 5. Pasal ini tidak tegas menyebutkan berapa besar dana yang ditanggung oleh mahasiswa. Ini kami analisa sebagai bentuk ketidakpastian hukum karena akan ada peraturan yang akan mengikutinya. Ditambah lagi masalah biaya operasional pendidikan ini akan bermasalah di kemudian hari karena setiap universitas akan berbeda-beda dan akan membentuk kesenjangan sosial antar univeristas seperti masalah biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang sedang digodok oleh Dirjen Dikti.

BEM KM UGM akan menolak dan menentang segala macam konsep kebijakan publik yang semangatnya dilandasi neoliberalisme. Sebagai lembaga mahasiswa tingkat universitas yang memiliki nilai-nilai filosofis Ke-UGM-an pada Pancasila dan UUD 1945, maka BEM KM UGM dengan ini menyatakan mendukung dan akan ikut terlibat penuh dalam proses uji materi UU Nomor 12 Tahun 2012 bersama dengan koalisi lembaga-lembaga yang peduli tentang isu ini. Berpijak dari analisis tersebut, BEM KM UGM tetap menegaskan sikap:
  1. Menolak UU Pendidikan Tinggi dan akan memperjuangkan pencabutannya.
  2. Menolak Penetrasi asing dalam Pengelolaan Pendidikan Tinggi d Indonesia.
  3. Mendesak Pemerintah untuk dapat bertanggung jawab mengelola pembiayaan pendidikan tinggi sebagai hak dasar rakyat Indonesia.
  4. Dan mengajak seluruh elemen mahasiswa se-Yogyakarta dan Indonesia untuk ikut andil bersama dalam memperjuangkan pencabutanya.

Faisal Arief Kamil
Menteri Kajian Strategis BEM KM UGM
Post ADS 1
Banner
Banner