Kagum dengan Dua Umar

Siapa yang tidak kenal dengan dua Umar ini, namanya melegenda dan menjadi generalisasi dari pemimpin yang adil. Mereka ialah Umar bin Khatab dan Umar bin Abdul Aziz. Dari dua sosok inilah kita akan belajar bagaimana seni memimpin dan bagaimana seharusnya pemimpin saat ini.

Kami mulai dari Umar bin khatab terlebih dahulu, khalifah kedua setelah Rasulullah SAW ini ialah sosok yang berperawakan tinggi besar, namun memiliki hati selembut sutera bahkan lebih lembut lagi. Suatu ketika Umar terlihat oleh sahabatnya, Abdurahman bin Auf sedang sholat, namun nampak sajadahnya terlihat amat lapuk. Kemudian Aburahman ingin memberikan hadiah sajadah baru untuk khalifahnya, namun ia tahu betul jika ia yang memberikannya langsung maka Umar akan marah, karena Umar memiliki gaya hidup zuhud (sederhana) sehingga ia memberikan sajadah itu kepada istrinya umar, ketika diberikan kepada umar oleh istrinya, Umar berkata “dari siapa sajadah ini?”, istrinya menjawab “dari Abdurahman bin auf”, lantas Umar berucap “kembalikan”. Sebuah fragmen kesederhanaan dari seorang pemimpin kala itu. Ada pula ketika Umar berkunjung ke suatu daerah kemudian beliau disuguhkan makanan yang amat enak lagi mewah. Kemudian Umar bertanya pada sang gubernur, “apakah makanan ini ,makanan yang dimakan oleh rakyatmu?”, sang raja menjawab,”tentu tidak, ini hanya untuk engkau”. Lantas Umar dengan tegas berucap, “aku tidak akan makan sebelum rakyatmu memakan makanan ini, dan biarlah aku makan paling akhir". 

Umar yang kedua ialah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin fenomenal saat itu. Memang tidak lama beliau memimpin tetapi sungguh hasil kepemimpinannya hidup lebih lama dibanding masa memimpinnya. Kala itu sudah sudah malam tetapi sang Umar masih bekerja di ruang kerjanya dengan sebuah lilin, tak lama anaknya hendak masuk ke dalam ruangan. Ketika anaknya masuk untuk berbicara dengan ayahnya, lantas Sang Umar meniup lilinnya sekejap ruangan menjadi gelap gulita dan keduanya tidak dapat saling melihat. Sang anak keheranan, dan kemudian bertanya “ayah, kenapa lilinnya dimatkan??”. Kemudian Sang Umar menjawab,”tadi ayah sedang mengerjakan tugas negara dan lilin itu juga punya negara, oleh karenanya engkau datang ke sini untuk berbicara bukan tentang negara maka ayah matikan lilinnya, tunggulah sejenak pelayan sedang mengambilkan lilin yang ada dikamar”. Dan ketika pelayan tiba ,barulah ayah dan anak tadi berbicara. 

Sungguh luar biasa pelajaran dari kedua Umar, kisah inilah yang seharusnya mengilhami para pemimpin kita saat ini. pemimpin yang di idamkan oleh rakyatnya. Semoga ada perbaikan akan kepemimpinaan bangsa ini, sepertinya tidak akan mudah terjadi tetapi perbaikan itu bisa kita mulai dari diri kita. Dan biarkan Umar itu hidup dalam hati kita dan menjadi penguat sendi kita dalam berkontribusi.

RP

Ikuti PenaAksi[dot]Com di twitter dan gabunglah bersama kami di facebook untuk mendukung gerakan "Saatnya Mahasiswa Menulis"
Post ADS 1
Banner
Banner