Konspirasi Dibalik Tanda Silang

Januari hingga Februari 2013 diwarnai dengan serangan terhadap dugaan korupsi pada importasi sapi yang melibatkan satu partai politik yang konon kabarnya dikatakan bersih. Dugaan korupsi dikaitkan dengan konspirasi global yang menurut pembelaan partai ini merupakan rencana sistematis dan tersruktur. Diluar dari itu semua kita perlu memandang permasalahan ini keluar dari topik utama (politik) walaupun arah akhirnya tetap berujung pada topik ini. 

Penggunaan kata konspirasi sangat marak didengungkan,bahkan ketika kasus importasi sapi dan upaya pembelaan partai hingga memplesetkannya menjadi “konsapirasi”. Saya lebih suka menyebutnya sebagai konspirasi dibalik tanda silang. Tanda silang maksudnya adalah grafik hubungan antara supply dan demand terhadap komoditas pertanian dan peternakan yang kerap dijadikan lahan importasi. Tanda silang ini mewakili grafik yang fungsi pada sumbu x adalah kuantitas atau jumlah dan pada sumbu y adalah harga. 

Analisa sederhananya adalah karena supply yang kurang maka mengharuskan kita import. Atau analisa kebalikannya,karena demand yang melonjak dan sangat besar maka mengharuskan untuk import. Lantas apakah benar analisa sederhana ini,atau jangan-jangan ada konspirasi yang melatar belakanginya? Mari coba kita telaah satu persatu kemungkinan lain berdasar pada diskusi saya dikelas bersama teman-teman dan ketu PBNU Prof. Moch. Maksum. 

Kasus konspirasi importasi ini hanya akan membahas pada kasus kedelai dan kasus daging sapi. Fokus pada dua komoditas importasi ini adalah sebagai representasi produk agro dan produk peternakan. 

Pertama adalah soal importasi kedelai. Berkaitan dengan tanda silang (supply-demand) kebutuhan nasional akan kedelai sebagai bahan utama pembuat tahu dan tempe adalah sebesar 1,6 juta ton per tahun sedangkan ketersediaan lokal hanya mencapai 800 ribu ton per tahun. Jelas saja hal ini akan berdampak pada kebijakan importasi oleh pemerintah. Jika ditelisik lebih jauh, 70% dari importir kedelai dikuasai oleh hanya dua perusahaan yang memungkinkan terjadinya praktik kartel. Pasar yang terjadi bersifat oligopolistik, hanya ada sedikit pemasok dalam struktur pasarnya. Konspirasi di balik penambahan kuota dan pembebasan bea masuk kedelai dimungkinkan dapat terjadi. Ketika importir besar ini menahan supply kedelai import maka permainan harga dapat dilakukan. 

Jika dianalisis lebih tajam kasus ini diangkat ke permukaan pada pertengahan tahun 2012 pada bulan Juli saat bulan suci Ramadhan. Jelas saja konspirasi ini jelas sasarannya pada rakyat miskin yang menggantungkan buka puasa dan sahurnya pada tahu dan tempe. Disisi lain pengrajin tahu dan tempe tentu akan tersendat ataupun terhenti alur perekonomiannya akibat hal ini. Cobaan dikala berpuasa ini secara psikologis membuat emosi yang kurang terkendali hingga marak terjadi demonstrasi. Politikus senayan juga menanggapinya dengan semangat atas nama rakyat. Padahal besar kemungkinan bahwa skenario ini diatur berdasarkan kongkalikong pihak politisi dan pengusaha. Terlepas dari konspirasi ini pemerintah terlihat latah dan melonggarkan bea masuk import kedelai, dan tujuan utama dari importir pun tercapai. Bukan kekalahan pemerintah,tapi faktanya ini adalah kekalahan rakyat Indonesia. Mengapa? Karena konspirasi ini disusun secara rapi mengenai waktu, sasaran,dan pelaksanaannya. Tidak menutup kemungkinan disini bermain kaum elit, partai politik, yang bertujuan untuk menambah kas partai jelang 2014. 

Kedua adalah daging sapi. Harga daging dipasaran hingga menyentuh angka Rp 90.000- Rp 120.000 per kg. Alasannya hanya satu, kelangkaan supply. Padahal pemerintah memiliki target swasembada daging sapi 2014, sebuh target yang terus di revisi dari sepuluh tahun silam. Isu-isu yang dimunculkan berbarengan dengan kelangkaan ini adalah isu bakso yang bercampur daging babi yang marak di Jakarta. Logikanya sederhana, saat hal ini terjadi masyarakat menjadi resah dan yang dianggap menjadi ujung pangkal permasalahannya adalah supply daging sapi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar. Padahal isu ini hanya sebuah isu kecil yang kemudian dipolitisasi untuk penetapan kebijakan selanjutnya yang tentu saja menjurus pada kenaikan kuota importasi. Terlepas dari siapa yang sekarang ditetapkan menjadi tersangka pada kasus importasi daging sapi ini jelas ada motif konspirasi politis didalamnya. 

Kasus daging sapi ini memang pelik. Di tahun 2010 ada temuan pemalsuan dokumen import jeroan yang ternyata adalah import daging sapi. Selanjutnya rencana pembatasan kuota import pada Juni 2012 juga disikapi dengan baik oleh importir. Walaupun pemerintah berupaya membuat pengusaha pengimport daging sapi tidak dikuasai oleh pihak tertentu (pada kasus ini ada 11 importir), namun faktanya pemain lain pada importasi daging ini hanya berupa perizinan yang mengatasnamakan nama perusahaan lain,namun pada kenyataannya masih dalam bendera importir besar.Saat itulah berbarengan dengan isu samping mengenai penggunaan daging babi pengganti daging sapi, importir kembali menang dan keran kuota import kembali ditambah. 

Kedua contoh ini hanya sebagian contoh representasi kesalahan penetapan kebijakan importasi yang mengatasnamakan tanda silang. Berarti dapat kita generalisir ada motif konspirasi yang berkaitan erat antara keseluruhan sistem berkaitan dengan kebijakan importasi. Memang kasus yang keluar kepermukaan akan dugaan korupsi baru pada kasus importasi daging sapi, tapi saya berkeyakinan bahwa di balik importasi lain produk pertanian,peternakan, dan hortikultura kesemuanya terencana dengan sistematis bentuk konspirasi yang mencederai tujuan utama pemenuhan kebutuhan rakyat Indonesia. 

Kita menyadari bahwa bangsa kita memang merupakan pasar yang ideal bagi hampir seluruh produk barang dan jasa. Terutama untuk hal yang sifatnya urusan perut rakyat kecil. Kondisi ini dilematis mengingat sumberdaya alam yang melimpah dan janji akan swasembada pangan hanya janji belaka ketika Pemilu. Nyatanya kabinet di isi dengan warna partai tertentu, kepentingan tertentu, dan dimungkinkan hanya untuk memperkaya diri ataupun golongan partainya. Permainan konspirasi ini jelas melibatkan pengusaha importir dan penguasa dan terjadi mungkin disetiap komoditas yang katanya harus diselamatkan dengan importasi. wallahualam. 


Muhammad Indra Darmawan, S.TP 
Mahasiswa Magister Teknologi industri Pertanian UGM Bidang Manajemen Kebijakan Industri Pertanian
@indradrmwan

Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.
Post ADS 1
Banner
Banner