Bujang dan Putri Malaka


oleh : Khasanah Windarini (Mahasiswa UNJ)

“Bujang”, merupakan panggilan yang kerap dilontarkan kepada seorang guru muda di sebuah Pesantren yang cukup terkenal di kota Darussalam. Kepandaiannya terhadap ilmu hikmah sudah tidak diragukan lagi, bahkan itu yang menyebabkan pemilik nama asli Syaikh Maulana Nuruddin alias Bujang  diangkat menjadi seorang guru di Pesantren Darul Hikmah walau usianya masih terpaut muda. Dalam menjalani rutinitas sebagai seorang guru, Bujang ditemani oleh  dua sahabat karibnya, Imam dan Hamzah.

Dari ketiga pemuda ini, Imam lah yang telah menikah terlebih dahulu dan memiliki anak bernama Faqih yang sudah berusia 5 tahun. Sedangkan Hamzah belum juga menikah dikarenakan ia memiliki kisah cinta yang tragis sejak 12 tahun silam dan membuatnya masih saja menunggu sang pujaan hati untuk menjadi pendamping hidupnya. Walau hingga kini belum pernah ia mengutarakan isi hatinya kepada  Siti Sarah, wanita yang ia nanti sejak lama dan telah menikah dengan orang lain.

Namun demikian Hamzah yang disadarkan oleh sang sahabat telah menarik kesimpulan dari kejadian yang telah ia alaminya, yaitu:

Bahwa  ”Kesedihan orang atas kehilangan barang yang sekian lama dimilikinya itulah yang wajar dan tentu sangat dalam. Sedangkan orang yang tidak pernah memiliki barang, maka ia tidak layak merasa kehilangan atas barang yang masih dalam keinginannya saja.”

Sedangkan Bujang sendiri belum juga menikah karena kekagumannya terhadap seorang putri malaka yang ia jumpai 10 tahun silam dan belum tahu hingga kini siapakah putri tersebut. Walau demikian ada seorang wanita bernama Siti Nurhalizah yang setia menemani ibunda Bujang yang telah tua renta dan sendiri. Telah banyak anggota pesantren Darul Hikmah yang mengutarakan bahwa Bujang serasi bila dipasangkan oleh Siti Nurhaliza, termasuk Imam dan ibunda Bujang sendiri pun berkata demikian. Namun Bujang ragu untuk menikahi Siti Nurhaliza karena ia masih memendam rasa oleh sang putri yang dahulu ia temui.

Pada suatu ketika para syaikh sesepuh sejenak mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh puluhan santri senior, diantaranya Bujang, Imam, Hamzah, Siti Fatimah, Siti Nurhaliza, Siti Sarah, dll. Ternyata tujuan para syaikh sesepuh mengumpulkan mereka di masjid yaitu untuk menjodohkan Bujang dengan wanita pilihan mereka. Bujang mengelak dengan alasan tiada wanita yang ingin dinikahi oleh seorang laki-laki yang mencintai wanita lain. Kemudian salah seorang syaikh mengajukan pertanyaan kepada para wanita yang hadir terkait dengan hal yang disampaikan Bujang. Ternyata ada satu wanita yang mengangkat tangannya tanda ia bersedia menikah dengan pemuda tersebut walau pemuda itu mencintai wanita lain dengan alasan:

“orang mukmin bila menikah dengan wanita yang ia cintai, maka ia akan sangat menyayanginya. Namun, bila ia menikah dengan wanita yang tidak dicintainya, maka ia akan menghormatinya dan memperlakukannya dengan baik.”

Mendengar alasan yang diutarakan Siti Nurhaliza, Bujang sepakat untuk menikah dengannya. Para syaikh dan puluhan santri senior serta mak Bujang pun merasa senang dengan pernyataan sang santri kesayangan tersebut.

Akhirnya pernikahan Bujang dan Siti Nurhalizah berlangsung. Beberapa bulan setelah pernikahan mereka, ternyata terbongkar bahwa Putri Malaka yang selama ini dicari Bujang tidak lain tidak bukan merupakan istrinya sendiri, Siti Nurhalizah. Bukan hanya itu, ternyata pemudah berani yang dijumpai Siti Nurhalizah 10 tahun silam tidak lain tidak bukan merupakan sang suami, Bujang.

Banyak sekali hikmah-hikmah yang dapat dipetik dari buku “Bujang dan Putri Malaka” ini. Sering kali sang guru muda mengajarkan ilmu hikmah dengan memetik sebuah pelajaran hidup yang terkadang dapat di simulasikan. Diantaranya adalah :

“Hujan adalah perumpamaan dari petunjuk dan ilmu yang diturunkan bersama Rasulullah. Bumi melambangkan manusia yang diturunkan ilmu dan petunjuk tersebut. Hujan yang turun di tanah yang baik dan tanah yang kering itu adalah perumpamaan bagi orang yang mempelajari agama Allah dan mendapatkan manfaat darinya lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya. Sedangkan hujan yang turun di rawa-rawa merupakan perumpamaan bagi orang yang tidak peduli dengan ilmu tersebut dan tidah menerima petunjuk Allah.”

“begitupun hati manusia, kalau setiap hari kita beristigfar 100 kali, insya Allah hati akan menjadi bersih dari bintik-bintik hitam. Sedangkan mengenai dosa-dosa besar ,maka selain beristigfar kita juga wajib bertobat dengan tobat yang sebenar-benarnya.”

“kalau setiap permohonan/keinginan manusia dapat dengan mudah terwujud, justru itu bisa mematikan hatinya. Karena hatinya akan terlena lalu lupa bahwa Allah lah yang mengabulkan keinginannya itu. Padahal adanya keinginan yang tidak terpenuhi bisa mengingatkan kita bahwa Allah yang Maha Berkuasa atas segala kehendak dan Maha Berkehendak atas segala kekuasaan. Dengan demikian, kita akan selalu mengingat dosa kita, memohon ampunan-Nya, dan berdoa mengharap kebahagiaan. Inilah unsure-unsur penting bagi keimanan manusia.”

“tidak ada dua hal yang setara dalam segala hal di dunia ini, mungkin bisa setara di satu bidang tapi tidak bisa setara di bidang lainnya. Itu lah yang namanya keadilan, yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Niat setiap mukmin sebelum melakukan sesuatu adalah ikhlas karena mengharap ridho Allah. Kaum pria lebih diutamakan untuk menempuh jalan panjang perang jihad hingga mendapatkan mati syahid yang balasannya adalah surga. Sedangkan kaum wanita lebih diutamakan untuk menempuh jalan pintas mengabdi pada suaminya dan membina rumah tangganya serta mendidik anak-anaknya yang balasannya juga surga. Jadi tujuannya yang akan dicapai kaum pria dan wanita adalah sama, yaitu surga.”

“menjaga iman di pesantren akan lebih mudah dibandingkan menjaga iman di tengah-tengah orang banyak.”

“kalau setiap orang yang tidak mengerti justru membuat penafsiran sendiri, maka ia bukan hanya merugikan dirinya sendiri tapi juga merugikan orang lain.”

“ada saatnya kita berpikir kritis dan ada saatnya kita berpikir sederhana. Karena tidak semua masalah akan lebih mudah jika kita kritisi, sebagaimana tidak semua masalah akan lebih mudah jika kita berfikir sederhana.”

Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari rentetan kisah hidup Bujang pada buku ini yaitu bahwa kapanpun dan dimanapun kita berada, banyak hikmah yang dapat kita petik. Kapanpun dan dimanapun kita berada, jangan lupa untuk selalu menebarkan kebaikan kepada orang-orang disekitar kita. Kapanpun dan dimanapun jangan sungkan ataupun ragu untuk menegakkan agama kita, Islam. Kapanpun dan dimanapun janganlah pernah lelah untuk menuntut ilmu hingga akhir hayat.

#Saran:
Punya waktu luang? Punya waktu senggang? Baca deh buku ini.. KEREEENN!
Ngga punya waktu luang? Sibuk? Pliss luangkan waktu untuk baca buku ini! J
-BUJANG & PUTRI MALAKA-

Artikel yang sedang Anda baca saat ini merupakan salah satu kontribusi karya tulis yang dikirimkan ke redaksi Pena Aksi. Ingin berpartisipasi? Ikuti petunjuknya di sini.
Post ADS 1
Banner
Banner