Semakin Liberal, Indonesia ‘Terjual’


Oleh: Febrina C Rosidha, Mahasiswa UIN
PERGANTIAN tahun 2015 begitu cepat terlewati. Bahkan sudah akan memasuki hari ke 12 di bulan pertama ini. Hanya saja pergantian waktu yang cepat tidak secepat terwujudnya ekspekstasi masyarakat Indonesia untuk perubahan hidup yang lebih baik.
Di awal tahun baru pemerintah mencoba memberi kejutan ‘penurunan’ harga BBM Rp.900 setelah tahun lalu di bulan oktober dengan ringan memutuskan kenaikannya dari harga awal Rp.6500. Mudah ditebak, harga kebutuhan pokok naik drastis. Diluar dugaan kejutan dari pemerintah tidak meluluhkan harga kebutuhan pokok masyarakat di pasar. Harga kebutuhan pokok yang tinggi tetap bertahan. Tidak ada yang berubah (krjogya.com).
Semakin menambah pupusnya asa, janji-janji kehidupan yang lebih baik di rezim yang baru lahir ini semakin jauh api dari panggang. Kartu sakti, kesaktiannya banyak mengecewakan rakyat. Tak cukup itu, ditambah program Badan Pengelola Jaminan Sosisal (BPJS) di tahun ini merupakan bentuk pemalakan kepada masyarakat dengan sanksi tidak mendapat layanan publik bagi yang tidak mendaftar.
Padahal menurut Komisi pemberantasan Korupsi (KPK), pengeolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Pengelola Jaminan Sosisal (BPJS) bidang kesehatan memiliki lima titik rawan korupsi. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah bentuk upaya lain privatisasi pelayanan di bidang kesehatan.
Di tahun-tahun sebelumnya liberalisasi ekonomi dalam bentuk privatisasi swasta sudah berjalan di berbagai bidang seperti sumber daya alam (SDA), pendidikan, BUMN hingga bidang sosial budaya. Maka wajar seperti tidak peduli budaya seks bebas yang masuk melalui film, lagu maupun produk yang dapat merusak moral ramaja, asalkan itu laku dan menguntungkan kapitalis.
Liberalisasi semakin menjadi setelah rezim “menjual” Indonesia dengan memberi peluang kapitalis Asing memprivatisasi perekonomian di ajang APEC. Selain itu hutang luar negeri beserta perjanjian-perjanjiannya semakin mengikat kepentingan Asing mencengkeram Indonesia.
Semua adalah dampak penerapan ideologi Kapitalisme dengan sistem Demokrasinya.

Berasakan sekulerisme-liberalisme melahirkan kebijakan pemerintah dan penguasa yang mementingkan keuntungan para kapitalis (pemilik modal). Terbukti ada puluhan UU yang lahir atas permintaan asing (Kapitalis). Ketika ketamakan manusia akan materi duniawi dibebaskan tanpa aturan dari Ilahi, dan dilegitimasi sebagai sistem kehidupan maka tak ubahnya yang ada adalah hukum rimba. Begitulah Demokrasi.
Slogan yang membius dengan menjamin kebebasan bersuara, adalah racun yang mematikan. Hingga kebebasan yang tidak disadari mengakar diseluruh bidang. Memaksa semua benar jika itu berasal dari manusia, tidak ada legitimasi atau campur tangan aturan Tuhan, karena itu menyebabkan diskriminasi dan kesengsaraan.
Maka tidak pantaslah bagi muslim mengambil Demokrasi yang mengingkari peran Alloh sebagai Rabbnya. Islam adalah ideologi. Islam memiliki sistem dengan aturan yang menjamin semua asa umat manusia yakni bahagia di dunia dan akhirat, Karena Islam rahmatan lil ‘alamin. Wallahu’alam. []
Post ADS 1
Banner
Banner