Mentalitas Bangsa Pintar

Suatu perubahan besar selalu diawali oleh sekelompok orang kreatif. Rasulullah dan para sahabatnya telah mengubah dunia. Begitu juga para pemuda Indonesia yang terdidik. Mereka berjuang untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang saat itu dihuni oleh 30 juta jiwa. Namun berapa jumlah pemuda yang terdidik? Tidak banyak, mungkin hanya ribuan. Lalu berapa yang benar–benar jadi otak untuk memerdekakan Indonesia? Bisa jadi tidak sampai 100 orang.


Kondisi ini tidak ada bedanya dengan sekarang. Dari jutaan pemuda yang bisa sampai di bangku perkuliahan berapa yang benar–benar hidup untuk memperjuangkan negaranya? Tentu tidak jauh beda dengan generasi 45. Setiap zaman memiliki tantangannya masing–masing, yang tidak kalah berat dengan apa yang kita hadapi hari ini.

Ketika Indonesia mendeklarasikan sebagai negara yang merdeka pada 1945, masalah yang dihadapi oleh para foundingleader tidaklah mudah. Indonesia harus mendapatkan pengakauan dari negara–negara di dunia sebagai sebuah negara yang merdeka. Infrastruktur negara yang hancur lebur dikarenakan perang, keuangan negara yang masih kosong dan mayoritas masyarakatnya belum mendapatkan akses pendidikan formal.

Tantangan tidak hanya datang dari dalam, tetapi juga dari luar Indonesia. Berkali–kali negara ini diinvasi oleh Belanda dan Inggris. Ibukota pindah ke Yogya, tentara keluar masuk hutan untuk mengatur strategi. Sampai tahum 1950, kombinasi diplomasi dan geriliya adalah cara yang dilakukan oleh para foundingleader untuk mempertahankan negara ini tetap berdiri.

Jadi, setiap generasi punya masalahnya masing–masing. Jika hari ini ada korupsi, dahulu banyak warga pribumi yang menjadi antek asing. Jika hari ini masyarakat Indonesia tidak bangga dengan negaranya , dahulu banyak masyarakat yang bermental inlander. Sekarang apa yang membedakan generasi kita dengan mereka? Mengapa mereka bisa menuntaskan mimpi – mimpi generasi mereka? Jawabannya adalah mentalitas dan identitas.

Banyak bangsa di dunia ini meraih kejayaannya dimulai dari titik yang sangat memprihatinkan. Seperti Jerman dan Jepang yang merupakan negara kalah perang. Singapura adalah negara dengan keterbatasan wilayah. Jepang dan Korea adalah negara dengan sumber daya alam yang minim. Namun justru negara dengan sumber daya melimpah tidak mampu meraih kejayaan untuk bangsanya. Semua bisa terjadi karena faktor mentalitas.

Tentu kita mengenal negara Swiss. Swiss dikenal sebagai negara penghasil coklat terbaik di dunia, padahal hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Dari 11% itu, berapa persen lahan yang bisa ditanami pohon kakao? Nol persen. Lalu bagaimana mereka bisa menjadi negara penghasil coklat terbaik di dunia? Jawabannya adalah karena Swiss memiliki mentalitas pejuang.

Apakah Indonesia bisa kembali jaya? Pasti bisa! Namun kerap kali kita melihat masyarakat yang menjawab dengan nada pesimis jika dilontarkan pertanyaan yang sama. Kenapa bisa? Pada dasarnya Indonesia memiliki bakat untuk menjadi bangsa pintar.

Sejarah mencatat, dahulu berbagai bangsa di dunia pergi menuntut ilmu ke kerajaan yang pernah berdiri di bumi Indonesia seperti Samudera Pasai, Majapahit, Demak dan Sriwijaya. Begitu juga setelah Indonesia merdeka. Dahulu Malaysia banyak mengirimkan pelajarnya untuk menuntut ilmu di universitas-universitas terbaik di Indonesia. Petronas belajar banyak dari Pertamina, Korea Selatan mengagumi Indonesia ketika menjadi tuan rumah Asian Games pada tahun 1962. Jadi tidak alasan untuk menjadi bangsa yang minder.

Buku Menjadi Bangsa Pintar karya Heppy Trenggono akan menjabarkan mentalitas apa saja yang harus dibentuk dan ditanamkan oleh setiap bangsa yang ingin meraih kejayaan. Buku ini sangat cocok dibaca oleh orang tua , pemuda, remaja terutama bagi mereka yang sedang memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi bangsanya.

Judul : Menjadi Bangsa Pintar
Penulis : Heppy Trenggono
Editor : Arif Ma’ruf Suha, dkk.
Penerbit : Penerbit Republika
Cetakan : I, Juli 2009Ukuran : 20,5 x 13,5 cm
Tebal : vi + 164 halaman
ISBN : 9789791102605


follow me on twitter @ihsanamuslim
Post ADS 1
Banner
Banner